Senin, 22 April 2013

Rational Emotive Behavior Therapy

Rational Emotive Behavior Therapy

Terapi Rasional Emotif diperkenalkan pertama kalinya oleh seorang klinisi yang bernama Albert Ellis pada tahun 1955. Pada Awalnya Ellis merupakan seorang psikoanalisis, tetapi kemudian ia merasakan bahwa psikoanalisis tidak efesien. Ia juga seorang ahli terapi yang sangat bersebrangan dengan penganut humanistis. Rasional Emotif menolak keras pandangan psikoanalisis yang mengatakan bahwa pengalaman masa lalu adalah penyebab gangguan emosional individu. Menurut Ellis (dalam Lubis, 2011) penyebab gangguan emosional adalah karena pikiran irasional individu dalam menyikapi pristiwa atau pengalaman yang dilaluinya. Terapi Rasional Emotif dalam perkembangannya memiliki banyak nama, antara lain: Rational Therapy, Semantic Therapy, Cognitive Behavior Therapy, dan Rational Behavior Trainning. Dalam teori konseling, Terapi Rasional Emotif termasuk dalam kategori terapi cognitive behavior (Latipun dalam Lubis, 2011). Selanjutnya, Corey (2009) mengatakan Terapi Rasional Emotif termasuk dalam kategori terapi cognitive behavior karena Rasional Emotif lebih menitikberatkan pada proses berpikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak. Rasional Emotif didaktif dan direktif serta lebih banyak berhubungan dengan dimensi pikiran daripada perasaan.
Menurut pandangan Ellis (dalam Lubis, 2011) Rasional Emotif merupakan teori komprehensif karena menangani masalah- masalah yang berhubungan dengan individu secara keseluruhan yang mencangkup aspek emosi, kognisi, dan perilaku. Dalam Rasional Emotif masalah yang dimiliki klien antara lain: kecemasan pada tingkat moderat, gangguan neurosis, gangguan karakter, masalah psikosomatik, gangguan makan, ketidakmampuan menjalin hubungan interpersonal, masalah perkawinan, adiksi, dan disfungsi seksual. Individu yang tidak dapat ditangani Rasional Emotif adalah anak-anak (khususnya autisme), gangguan mental tingkat bawah, schizhophrenia jenis katatonik (gangguan penarikan diri berat), dan maniak atau mania-depresif (Lubis, 2011).

1.  Dinamika Kepribadian Manusia

Rasional Emotif pada hakikatnya memandang manusia dilahirkan dengan potensi baik dan buruk. Manusia memiliki kemampuan berfikir rasional dan irasional. Selain itu manusia juga dapat memiliki kecenderungan mempertahankan perilaku yang destruktif dan melakukan berbagai cara agar tidak terlibat dengan orang lain. Corey (2009) menegaskan bahwa manusia memiliki potensi yang luar biasa untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya serta dapat mengubah diri dan lingkungannya. Perilaku manusia di dorong oleh kebutuhan, hasrat, tuntutan, keinginan yang ada di dalam dirinya. Bila hal tersebut tidak tercapai manusia cenderung akan mempersalahkan dirinya dan orang lain. Pandangan Ellis (dalam Lubis, 2011) terhadap konsep manusia adalah sebagai berikut:
a.       Manusia mengadaptasikan dirinya terhadap perasaan yang menggangu pribadinya.
b.      Kecenderungan biologisnya sama dengan kecenderungan kultural yang berpikir salah dan tidak ada gunanya, hanya akan mengecewakan diri sendiri.
c.       Memiliki kemampuan untuk memilih reaksi yang berbeda dengan yang biasanya ia lakukan.
d.      Menolak mengecewakan diri sendiri terhadap hal-hal yang akan terjadi.
e.       Melatih diri sendiri agar mempertahankan diri dari gangguan.
Selanjutnya Ellis (dalam Lubis, 2011) juga mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi pada individu akan direaksi sesuai dengan cara berpikir atau sistem kepercayaannya. Jadi konsekuensi reaksi yang dimunculkan seperti senang, sedih, frustasi dan sebagainya bukanlah akibat peristiwa yang dialami individu melainkan disebabkan karena cara berpikirnya.
Menurut Latipun (dalam Lubis, 2011) ada tiga istilah yang terkait dengan tingkah laku manusia berdasarkan pandangan Rasional Emotif, yaitu: Antecedent Event (A), Belief (B), dan emotional consequence (C). Istilah ini lebih dikenal dengan konsep A-B-C. Berikut adalah penjelasannya.
a.    Antecedent Event (A)
     Adalah peristiwa, fakta, perilaku, atau sikap orang lain yang terjadi di dalam maupun luar diri individu. Misalnya, perceraian orang tua dan kelulusan ujian bagi siswa.
b.    Belief  (B)
     Adalah keyakinan dan nilai individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan atas dua bagian yaitu: pertama, keyakinan rasional (rB) yang merupakan keyakinan yang tepat, masuk akal, dan produktif. Kedua, keyakinan irasional (iB) yang merupakan keyakinan yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan tidak produktif. Keyakinan dapat berasal dari nilai agama, norma masyarakat, dan aturan orang tua. 
c.    Emotional Consequence (C)
     Adalah konsekuensi emosional baik berupa senang ataupun hambatan emosi yang diterima individu sebagai akibat reaksi dalam hubungannya dengan (A). Konsekuensi emotional ini bukanlah akibat langsung dari A, tetapi juga B baik dipengaruhi oleh iB maupuan rB individu. Misalnya, sedih, marah, bahagia, dan bangga.
Setiap individu akan memiliki reaksi yang berbeda walau menghadapi keadaan atau situasi yang sama. Hal ini sangat dipengaruhi oleh keyakinan (B) yang dimilikinya, baik keyakinan rasional (rB) maupun keyakinan irasional (iB). Reaksi yang berbeda tentu saja akan melahirkan konsekuensi emosional yang berbeda pula. Dua orang individu yang memiliki keyakinan yang berbeda akan menyikapi peristiwa tertentu secara berbeda pula. Individu yang memiliki keyakinan rasional cenderung bereaksi secara normal dan wajar, sementara individu yang memiliki keyakinan irasional akan cenderung bereaksi secara spontan dan tidak wajar (Lubis, 2011).
Ellis (dalam Corey, 2009) juga menambahkan bahwa setelah konsep A-B-C, maka menyusul desputing (D) yang merupakan penerapan metode ilmiah untuk membantu klien menantang keyakinan irasionalnya. Desputing (D) merupakan implementasi dari proses terapi yang dijalankan oleh terapis dan klien melalui proses belajar mengajar (edukatif), dimana terapis menunjukkan berbagai prinsip logika dan dapat diuji kebenarannya untuk menyanggah keyakinan irasional klien. Ia menyatakan bahwa manusia yang memiliki kemapuan untuk berpikir seyogianya mampu melatih dirinya untuk mengubah atau menghapus pola keyakinan yang irasional dalam dirinya. Cottone, R.R (Lubis, 2011) menggambarkan hubungan antara A-B-C-D ini sebagai berikut:
            A                                     B                                   C                                            D
Antecedent Event                     Belief               Emotional Consequence                     Disputing   
Jadi berdasarkan gambar tersebut dapat terlihat bahwa keyakinan irasional dapat diubah dengan menjalani terapi Rasional Emotif.

2.  Peran dan Fungsi Terapis

Menurut Lubis (2011) terapis dalam terapi Rasional Emotif harus meminimalkan hubungan yang intens tetapi tetap menunjukkan penerimaan diri yang positif terhadap klien. Terapis harus mendengarkan pernyataan klien dengan sungguh-sungguh dan menunjukkan empatinya. Mereka perlu memahami keadaan klien sehingga memungkinkan untuk mengubah cara berpikir klien yang tidak rasional. Mengubah keyakinan yang telah mengakar dalam diri klien bukanlah sesuatu yang mudah. Tugas utama seorang terapis adalah mengajari klien cara memahami dan mengubah diri sehingga terapis disini harus bertindak aktif dan direktif.
Lesmana (dalam Lubis, 2011) menyebutkan ciri-ciri khusus yang seharusnya menjadi syarat seorang terapis Rasional Emotif, yaitu: pintar, berwawasan luas, empati, peduli, konkret, gigih, ilmiah, berminat membantu orang lain dan menggunakan teori Rasional Emotif dalam kehidupannya. Terapi Rasional Emotif adalah sebuah proses edukatif karena salah satu tugas terapis adalah mengajarkan dan membenarkan perilaku klien melalui pengubahan cara berpikir (kognisi) nya. Konselor bertindak sebagai pendidik yang antara lain memberi tugas pada klien serta mengajarkan strategi untuk memperkuat proses berpikirnya. Dalam menjalankan fungsinya tersebut, Ellis (dalam Corey, 2009) memberikan gambaran tentang tugas terapis, yaitu:
a.    Mengajak klien untuk berpikir tentang bentuk-bentuk keyakinan irasional yang memengaruhi tingkah laku.
b.    Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasan irasionalnya.
c.    Menunjuk ketidaklogisan cara berpikir klien.
d.   Menggunakan analisis logika untuk meminimalkan keyakinan irasional klien.
e.    Menunjukkan pada klien bahwa keyakinan irasionalnya adalah penyebab gangguan emosional dan tingkah laku.
f.     Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi keyakinan irasional klien.
g.    Menerangkan pada klien bahwa keyakinannya dapat diubah menjadi rasional dan memiliki landasan empiris.
h.    Mengajarkan pada klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah yang membantunya agar dapat berpikir secara rasional dan meminimalkan keyakinan yang irasional.

3.  Tujuan Terapi Rasional Emotif

Secara umum, pandangan Rasional Emotif memfokuskan diri pada cara berpikir manusia. Hal inilah yang dijadikan acuan bagi terapis untuk mengubah tingkah lakunya. Tujuan utama yang dicapai dalam Rasional Emotif adalah memperbaiki dan mengubah sikap individu dengan cara mengubah cara berpikir dan keyakinan klien yang irasional menuju cara berpikir yang rasional, sehingga klien dapat meningkatkan kualitas diri dan kebahagian hidupnya (Lubis, 2011).
Ellis (dalam Lubis, 2011) menambhakan kembali formula A-B-C menjadi A-B-C-D-E yaitu antecedent, belief, emotional consequence, desputing, dan effect. Efek adalah keadaan psikologis yang diharapkan terjadi pada klien setelah menjalani terapi Rasional Emotif. Melalui terapi, klien diarahkan dapat memiliki dimensi psikologis yang utuh dan sehat, dapat mengarahkan dirinya ke arah yang positif, berpikir fleksibel, dan ilmiah serta dapat menerima keadaan dirinya secara keseluruhan.Willis (dalam Lubis, 2011) mengatakan bahwa tujuan dari terapi Rasional Emotif adalah untuk menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri (seperti benci, rasa bersalah, cemas, dan marah) serta melatih dan mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara rasional.
Ellis (dalam Lubis, 2011) mengatakan bahwa Rasional Emotif tidak hanya diarahkan untuk menghilangkan gejala (simtom), akan tetapi juga membantu klien untuk mengetahui dan merubah beberapa nilai dasar keyakinan klien terutama yang menimbulkan gangguan. Sebagai contoh, klien menghadapi masalah takut melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis. Dalam hal ini peran terapis bukan hanya melakukan pengurangan rasa takut klien melainkan melakukan penanganan atas rasa takut menjalin hubungan secara umum. Jadi, peran fungsi terapis dalam Rasional Emotif adalah membebaskan klien dari gejala yang disampaikan atau tidak disampaikan secara jelas kepada terapis.          

4.  Teknik Terapi Rasional Emotif

Menurut Corey (2009) pada dasarnya, terapi Rasional Emotif tidak membatasi diri pada satu jenis teori tunggal. Terapis dibebaskan untuk menggunakan lebih dari satu teori (pendekatan eklektik). Hal ini berdasarkan anggapan bahwa klien dapat mengalami perubahan melalui berbagai macam cara seperti belajar dari pengalaman sendiri, orang lain, menonton film, berpikir dan meditasi.
Teknik Rasional Emotif yang paling utama adalah mengajar secara aktif-direktif. Lebih dari itu, Rasional Emotif juga menekankan proses deduktif yang mengacu pada aspek kognitif. Dalam keadaan ini, terapis lebih terlihat bertindak sebagai guru dibandingkan fasilitator bagi klien (Lubis, 2011).
          Menurut Ellis (dalam Corey, 2009) terapis dapat menerapkan metode terapi tingkah laku seperti:
a.    Pelaksanaan pekerjaan rumah.
b.    Desentisasi Sistematis.
c.    Pengkondisian Operan.
d.   Hipnoterapi.
e.    Latihan Asertif.
Selain itu, Willis (dalam Lubis, 2011) menyebutkan beberapa teknik Rasional Emotif lainnya antara lain:
a.    Sosiodarma, yaitu sandiwara singkat yang menjelaskan masalah-masalah di kehidupan sosial.
b.    Pencontohan (modelling).
c.    Teknik reinforcement.
d.   Relaxation.
e.    Self-control, yaitu klien diajarkan cara-cara mengendalikan diri dan menahan emosi.
f.     Diskusi.
g.    Simulasi, yaitu melalui berperan antara konselor dan klien.
h.    Bibliografi, yaitu dengan memberikan bahan bacaan tentang orang-orang yang mengalami masalah yang hampir sama dengan klien dan akhirnya dapat mengatasi masalahnya. Atau bahan bacaan yang dapat meningkatkan cara berpikirnya klien agar lebih rasional.
Dalam terapi, terapis Rasional Emotif menggunakan teknik-teknik yang lebih direktif dalam menghadapi klien seperti konfrontasi, pembantahan, deindoktrinasi, dan reedukasi. Ellis (dalam Lubis, 2011) menjelaskan bahwa teknik-teknik yang bervariasi tersebut dimanfaatkan untuk membantu klien mencapai suatu perubahan kognitif yang mendasar.

5.  Kelemahan dan Kelebihan Terapi Rasional Emotif

Kelebihan
a.    Pendekatan ini jelas, mudah dipelajari dan efektif. Kebanyakan klien hanya mengalami sedikit kesulitan dalam mengalami prinsip ataupun terminologi REBT.
b.    Pendekatan ini dapat dengan mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya untuk membantu klien mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.
c.    Pendekatan ini relatif singkat dan klien dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini secara swa-bantu.
d.   Pendekatan ini telah menghasilkan banyak literatur dan penelitian untuk klien dan terapis. Hanya sedikit teori lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi seperti ini.
e.    Pendekatan ini terus-menerus berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah diperbaiki.
f.     Pendekatan ini telah dibuktikan efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah seperti depresi dan kecemasan.

Kelemahan
a.    Pendekatan ini tidak dapat digunakan secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan atau keterbatasan mental, seperti schizophrenia, dan mereka yang mempunyai kelainan pemikiran yang berat.
b.    Pendekatan ini terlalu diasosiasikan dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang mengalami kesulitan dalam memisahkan teori dari keeksentrikan Ellis.
c.    Pendekatan ini langsung dan berpotensi membuat terapis terlalu fanatik dan ada kemungkinan tidak merawat klien se-ideal yang semestinya.
d.   Pendekatan yang menekankan pada perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana dalam membantu klien mengubah emosinya.






DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama

 Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group




Minggu, 23 Oktober 2011

Budaya Perusahaan Bank Mandiri


Brown (1998 : 306) menyatakan bahwa budaya organisasi mengacu kepada sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota suatu organisasi, dan membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi yang lain. Tata nilai dalam budaya organisasi dapat berperan sebagai sumber kakuatan penting yang diyakini dan dianut secara luas dalam menghadapi tantangan perubahan lingkungan.
Bank Mandiri sebagai hasil merger dengan 4 bank milik pemerintah lainnya telah memiliki sejarah yang panjang yang dimulai sejak kemerdekaan Indonesia. Perubahan politik, sosial dan budaya serta lingkungan global tidak dapat dipungkiri merupakan bagian dari perjalannya. Budaya pelayanan serta mengutamakan nasabah baru dimulai pada era deregulasi di tahun 1980-an sampai akhirnya liberalisasi tidak dapat dihindarkan telah membawa perbankan Indonesia ke dalam pasar global. Budaya organisasi perbankan secara otomatis dituntut untuk terus mengalami perubahan ke arah yang lebih kompetitif bukan hanya di pasar domestik tapi di pasar global.

Nilai-nilai Budaya Bank Mandiri
Visi bank Mandiri adalah menjadi “Bank Terpercaya Pilihan Anda” Sedangkan misinya adalah :
1. Berorientasi pada Pemenuhan kebutuhan pasar.
2. Mengembangkan sumber daya manusia profesional
3. Memberi keuntungan yang maksimal bagi stakeholder
4. Melaksanakan manajemen terbuka
5. Peduli terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan.
Pada tahun 2005 Bank Mandiri mengembangkan suatu budaya kerja baru. Untuk mewujudkan visi dan misi sebagaimana di atas merupakan suatu perjalanan panjang yang harus ditempuh dalam suatu koridor dan pedoman yang disepakati bersama dalam organisasi. Terdapat 5 nilai budaya, yakni serangkaian prinsip yang dijadikan sebagai panduan moral dalam berperilaku, bertindak dan mengambil keputusan. Nilai budaya yang menjadi pedoman tersebut dirumuskan sebagaimana Tabel 3.

Tabel. 3. Definisi Nilai Budaya dan Perilaku Utama Bank Mandiri
Nilai
Definisi
Perilaku Utama
Kepercayaan/Trust
Membangun keyakinan dan sangka baik di antara stakeholder dalam hubungan yang tulus dan terbuka berdasarkan kehandalan
· Saling menghargai dan bekerja sama
· Jujur, tulus dan terbuka
Integritas/Integrity
Setiap saat berfikir, berkata dan berperilaku terpuji, menjaga martabat serta menjunjung tinggi kode etik profesi
· Disiplin dan konsisten
· Berpikir, berkata dan bertindak terpuji
Profesionalisme/
Professionalsm
Berkomitmen untuk bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab
· Kompeten dan bertanggung jawab
· Memberikan solusi dan hasil terbaik
Fokus pada Pelanggan/
Customer Fokus
Senantiasa menjadikan pelanggan sebagai mitra utama yang saling menguntungkan untuk tumbuh secara berkesinambungan
· Inovatif, proaktif dan cepat tanggap
· Menggunakan pelayanan dan kepuasan pelanggan
Kesempurnaan/ Execelence
Mengembangkan dan melakukan perbaikan di segala bidang untuk mendapatkan nilai tambah optimal dan hasil yang terbaik secara terus menerus.
· Orientasi pada nilai tambah dan perbaikan terus menerus
· Peduli lingkungan
Sumber : Tim Internalisasi Budaya Bank Mandiri (2002)
Penjabaran dari panduan tentang nilai-nilai budaya tersenut juga diberikan kepada semua karyawan, yang secara ringkas adalah sebagaimana berikut. 

1. Kepercayaan;
Merupakan sesuatu yang tumbuh atas dasar keyakinan akan suatu keandalan dan keluhuran karakter dan kepribadian. Kehandalan seseorang yang tidak dilandasi karakter yang luhur tidak akan menimbulkan suatu kepercayaan. Dalam kehidupan sehari-hari, kepercayaan ini diwujudkan dalam perilaku saling menghargai dan bekerja sama, serta tindakan yang jujur, tulus dan terbuka. Nilai kepercayaan dijawabarkan dalam dua perilaku utama, yakni “Saling menghargai dan bekerja sama” dan “Jujur, tulus dan terbuka”.
Perilaku saling mengargai dan bekerja sama
ü Memperlakukan rekan kerja, pelanggan, dan semua pihak yang berkepentingan dengan penuh hormat dan santun.
ü Menjaga komunikasi yang penuh empati di antara sesama rekan kerja sehingga tercipta saling pengertian dalam hubungan interpersonal.
ü Menciptakan dan memelihara iklim lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman.
ü Menjalankan amanah yang diberikan dengan penuh komitmen dan tanggung jawab sehingga tumbuh suatu kepercayaan yang langgeng.
ü Menempatkan kepentingan perusahaan di atas kepentingan pribadi maupun golongan.
ü Menjalin kerja sama antar individu dan antar unit kerja untuk bersama-sama berupaya mewujudkan tercapainya tujuan organisasi.
ü Saling memberikan bantuan dan dukungan yang positif terhadap sesama rekan kerja dan berkontribusi aktif untuk mencapai tujuan bersama.
ü Menghormati perbedaan di antara para pegawai dan menjadikan perbedaan itu sebagai titik awal untuk mencapai sinergi.
Perilaku jujur, tulus dan terbuka
ü Senantiasa berkata dan bertindak berdasarkan kebenaran, sesuai fakta dan kenyataan yang terjadi.
ü Memelihara niat yang murni dan penuh kerelaan, bertindak semata-mata demi kepentingan yang terbaik bagi Bank Mandiri, tanpa pamrih dan tanpa ada maksud tersembunyi.
ü Memelihara transparansi dalam setiap tindakan dan pengambilan keputusan, dengan memberikan informasi yang relevan secara benar, tepat dan akurat, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip pribadi dan kerahasiaan.
ü Berani mengakui keterbatasan dan kesalahan, serta bersedia untuk melakukan perbaikan.
ü Berani mengemukakan saran, pendapat dan kritik secara obyektif dan terbuka.

2. Integritas
Adalah suatu nilai yang memelihara satunya pikiran, kata dan perbuatan yang sesuai dengan hati nurani dan prinsip-prinsip kebenaran. Integritas diwujudkan dalam perilaku disiplin dan konsisten, serta perilaku berpikir, berkata dan bertindak terpuji, sesuai dengan prinsip moralitas yang menunjukkan adanya keluhuran karakter dan budi pekerti.
Disiplin dan Konsisten
ü Bertindak menepati janji dan komitmen yang telah disepakati
ü Mematuhi aturan, kebijakan dan prosedur di Bank Mandiri serta peraturan perundangan yang berlaku secara bijaksana dan dengan penuh tanggung jawab.
ü Mengambil keoutusan secara bijaksana dalam berbagai situasi dengan tetap berpegang pada aturan dan kebijakan yang berlaku
ü Memegang teguh prinsip dan pendirian yang kita yakini benar dan tidak mudah berubah meskipun berada dalam tekanan atau situasi sulit.
Berpikir, Berkata dan Bertindak Terpuji
ü Memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin orang lain memperlakukan kita
ü Bersikap adil dan bijaksana dalam segala situasi
ü Bekerja dengan penuh dedikasi, melindungi kepentingan dan kehormatan pribadi dan Bank Mandiri serta selalu menjunjung tinggi kode etik profesi.
ü Menghindari peluangg yang memungkinakan terjadinya benturan kepentingan
ü Harus senantiasa berupaya untuk menjadi panutan dan teladan bagi orang lain dengan menjalankan apa yang kita ucapkan secara konsisten
ü Menggunakan harta milik perusahaan dengan penuh tanggung jawab hanya untuk kepentingan Bank Mandiri.
ü Tidak menggunakan informasi perusahaan untuk kepentingan pribadi maupun pihak ketiga tanpa persetujuan resmi dari Bank Mandiri.
ü Mengambil keputusan secara obyketif dan bebas dari tekanan maupun pengaruh dari pihak manapun.
ü Tidak menawarkan, memberikan ataupun menerima suap dalam bentuk apapun.

3. Profesionalisme
Profesionalisme merupakan suatu nilai yang mengedepankan keahlian dan kompetensi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Nilai profesionalisme diwujudkan dalam perilaku yang menjunjung tinggi kompetensi dan tanggung jawab serta komitmen untuk senantiasa memberikan solusi yang terbaik.
Kompeten dan Bertanggung Jawab
Ø Senantiasa mengembangkan tingkat kompetensi supaya dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan sesuai tuntutan profesi.
Ø Menetapkan standard yang tinggi sebagai tolok ukur keberhasilan kinerja dan dengan penuh tanggunng jawab berusaha mencapai standard kinerja yang telah ditetapkan.
Ø Senantiasa memelihara gairah dan semangat yang tinggi dalam bekerja.
Ø Menumbuhkan rasa ikut memiliki terhadap Bank Mandiri dan berani bertanggung jawab untuk setiap tindakan dan keputusan yang kita buat.
Ø Bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi bagi tercapainya visi dan misi Bank Mandiri.
Memberikan Solusi dan Hasil Terbaik
Ø Kita menyelesaikan pekerjaan secara tuntas dan akurat
Ø Bekerja secara cerdas, yaitu efisien dan efektif, memanfaatkan sumber daya secara optimal untuk mencapai hasil yang maksimal.
Ø Mengelola pekerjaan secara sistematis melalui proses perencanaan, pengorganisasian serta evaluasi dan pemamtauan secara berkesinambungan.
Ø Dalam upaya memberikan hasil yang terbaik, kita memiliki keberanian untuk mengambil risiko yang diperhitungkan secara cermat sehingga tidak akan mengorbankan kepentingan perusahaan.

4. Fokus pada Pelanggan/Customer Focus
Fokus pada pelanggan merupakan salah satu nilai utama yang melandasi sikap insan Bank Mandiri untuk senantiasa membina hubungan baik dengan pelanggan serta langgeng dan berkesinambungan. Pelanggan eksternal maupun internal Bank Mandiri merupakan mitra yang akan kita dukung untuk terus maju dan tumbuh secara konsisten dari waktu ke waktu. Untuk itu fokus pada pelanggan kita wujudkan dalam perilaku yang inovatif, proaktif dan cepat tanggap terhadap kebutuhan pelanggan serta mengutamakan kepentingan dan kepuasan pelanggan.
Inovatif, Proaktif dan Cepat Tanggap
Ø Selalu peka terhadap kebutuhan pelanggan dan proaktif untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan.
Ø Selalu inovatif dan berorientasi untuk memberikan solusi yang optimal untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Ø Selalu fokus untuk memberikan layanan dengan nilai tambah spesifik yang dibutuhkan pelanggan.
Ø Bersikap empatik terhadap keluhan dan permasalahan pelanggan dan capat tanggap untuk dapat memberikan solusi terbaik untuk setiap keluhan nasabah.
Mengutamakan Pelayanan dan Kepuasan Pelanggan
Ø Berupaya untuk memuasakan dan memberikan layanan prima yang melebihi harapan pelanggan, dengan tetap mempertimbangkan aspek risiko dan prinsip kehati-hatian.
Ø Kita berupaya untuk mengutamakan kepentingan pelanggan dengan tetap memperhatikan kepentingan Bank Mandiri.
Ø Memahami pelanggan secara utuh untuk dapat berperan sebagai mitra yang akan mendukung pelanggan untuk maju.
Ø Memberikan solusi yang tidak hanya sekedar memauaskan pelanggan tetapi mendorong pelanggan untuk tumbuh dan berkembang.
Ø Berupaya untuk senantiasa memelihara hubungan baik dengan pelanggan dalam jangka panjang dan memperhatikan perkembangan pelanggan dari waktu ke waktu.
Ø Menghargai kepentingan pelanggan dan menghormati prinsip pribadi dan kerahasiaan dalam hubungan dengan pelanggan.
Ø Senantiasa meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan diri untuk dapat selalu memberikan layanan yang unggul kepada pelanggan.
Ø Sealalu bersikap ramah, sopan dan profesional dalam berinteraksi dengan pelanggan.
Ø Senantiasa berupaya untuk masuk dalam lingkungan pelanggan dan menjadi mitra yang dapat diandalkan setiap saat.






Sumber:
  1. http://adhamherlambangetikabisnis.blogspot.com/2010/10/budaya-kerja-bank-mandiri.html
  2. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:Xij7vvoHB0oJ:research.mercubuana.ac.id/proceeding/TRANSFORMASI-BUDAYA-KORPORASI-BANK-MANDIRI.doc+budaya+kerja+bank+mandiri&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a
  3. www.mercubuana.ac.id
  4. http://www.harpackindo.co.id/Budaya%20Perusahaan.htm
  5. http://tabieta.net/index.php/art-and-culture/16-culture/39-budaya-perusahaan
  6. http://www.bankmandiri.co.id/corporate01/news-detail.asp?id=IEfV42528902